Inilah Rindu Ramadhan #1

Dulu sekitar 8 tahun yang lalu, saya menduduki kelas 4 SD. Suasana kampung masih terlihat ramai. Terutama ketika malam menjelang berangkat ke masjid untuk shalat tarawih. Di kampung saya memang banyak yang hampir seumuran, ketika itu. Usia antar anak tetangga yang satu dengan yang lain paling hanya terpaut satu atau dua tahun. Biasanya seusai berbuka dan shalat maghrib, saya bersama adek saya sangat bersemangat untuk menghampiri teman-teman yang lain. Ya meskipun alasannya semoga buku tipis pencatat semua ibadah-ibadah yang dilakukan di bulan ramadhan terisi semua. Seusai shalat tarawih yang diakhiri dengan witir, kami eksklusif berburu tanda tangan penceramah serta imam pada malam itu. Ramai sekali, sehingga kami harus berdesak-desakan dan mengambil trik licik dengan menaruh buku itu diurutan paling atas semoga cepat ditandatangani oleh beliau.

Biasanya di Minggu pagi, kami berjanjian untuk subuhan bersama. Ada pengalaman unik yang masih tersimpan ketika kami berniat untuk shalat namun terlambat. Saya, Mbak Rena, Gatrin, Reva, dan Hafis alhasil pulang dan rencana shalat bersama itupun gagal. Dan entah kenapa saya agak lupa, saya malah mengusulkan untuk shalat di depan rumah semoga kami tetap shalat bersama-sama. Hahaha bego banget -_- kenapa tak mempunyai pikiran untuk shalat di dalam rumah? Lalu Mbak Rena bilang jikalau di depan rumah itu untuk jalan, dan entah kenapa kami malah berjalan menuju lapangan yang terletak dipaling pojok. Dan finally kita shalat disana, namun tanpa Gatrin alasannya yaitu Gatrin takut. Saat itu memang dia masih kecil. Hafis yang ketika itu yaitu cowo satu-satunya diantara kami tak berani mengimami alasannya yaitu tak hafal doa qunut. Akhirnya, Mbak Renalah yang menjadi imam di shalat subuh ketika itu alasannya yaitu dialah yang paling bau tanah dan fasih bacaannya diantara kami. Lalu kami shalat. Dan entah kenapa ada tetangga kami yang usianya memang sudah tua, namun dia merupakan non-muslim mendatangi kami. Kami pun takut dan buru-buru meninggalkan lapangan tersebut. Mungkin dia pikir kami sosok gila ya, menggunakan rukuh dan bangun di pojokan lapangan ketika masih subuh hahaha.

Masih nggak habis pikir kenapa bisa-bisanya kami shalat dilapangan yang hanya beralaskan sajadah dan hukum imam kami itu salah. Sebenernya, sehebat-hebatnya seorang wanita, meskipun dia fasih atau hafal bacaan shalatnya, jikalau ada pria baligh yang tak sehebat perempuan tersebut, pria itu wajib untuk menjadi imam. Ya semoga Yang Mahakuasa mengampuni kami, aamiin O : )

Seusai shalat subuh, kami jalan-jalan mengelilingi sekitar RW 20 yang memang suasananya masih dingin. Terkadang kami melaksanakan beberapa permainan. Seperti tokengan, petak umpet, tong rembet, dan masih banyak lagi. Tapi khusus di bulan Ramadhan, kami bermain.....mercon! hahaha ya, mercon korek. Paling suka jikalau di sumet atau dinyalakan di selokan, tong sampah, dan pipa yang nantinya mercon tersebut akan mengeluarkan suara yang lucu.

Dulu pernah ketika Mbak Rena, Gatrin, Reva, dan saya berjalan-jalan hingga di lapangan voli erat kali tlogosari, saya tak sengaja menginjak benda yang ketika tenar disaat itu #IfYouKnowWhatIMean. Kami berempat sempat kaget, alasannya yaitu jumlahnya memang cukup banyak. Sebenernya yang saya temukan yaitu 10 pak mercon cabai (entah apa namanya, dikampung saya menyampaikan menyerupai itu) dan 10 pak mercon korek. Antara senang seneng dan takut, alhasil mercon cabai itu diberikan kepada anak kampung sebelah dan kami hanya menikmati dengan menonton saja.  

Masih ingat ketika di pagi hari Minggu, kampung saya memang lagi tenar dengan group grup musik ketika itu. Di kampung kami memang ada yang mempunyai sebuah studio grup musik untuk bisnis. Namun kami, bawah umur yang tinggal di kampung itu di beri bonus. What a special bonus! Kami diajarkan bermain alat musik dan finally terbentuklah sebuah grup musik kecil. Awalnya bermula dari Mbak Rena yang kursus keyboard dengan Pak Pri, pemilik studio grup musik tersebut, hingga alhasil dibentuklah band. Disana lagu yang pertama dan terakhir kami mainkan yaitu lagunya Ungu – Demi Waktu. Dengan vokalis : Reva, Drum : Gatrin, Keyboard : Mbak Rena, dan Bassist : saya. Harapannya, group grup musik kami dapat tampil di malam tirakatan 17 Agustus, namun gagal alasannya yaitu kami nggak pernah dapat main dengan cantik  hahaha menyedihkan. Anak pria di kampung saya juga di bentuk grup musik oleh Pak Pri. Yang masih saya ingat hanya nama grup musik itu yaitu Blueband (nama margarine-_-) dan personilnya Gigih di keyboard dan Mas Ivan di bassist dan lainnya entah saya lupa. Mendengar pengalaman Mas Ivan menjadi bassist terdengar cukup mengerikan alasannya yaitu awalnya jari kiri akan menjadi keras dan lama-kelamaan kulit jarimu mengelupas, jikalau keseringan bermain ya memang cukup sakit. Tapi jikalau udah kapalen katanya nanti bakal biasa aja.  Sewaktu kenaikan kelas, grup musik kami bubar alasannya yaitu salah satu personil kami dan penggagas grup musik kami ingin keluar alasannya yaitu dia harus fokus ujian. Akhirnya lagu Demi Waktu memang fix lagu pertama dan terakhir di group grup musik kami.

Kini semua menjadi sepi. Banyak diantara kami yang pindah. Ya mungkin sibuk dengan dunia kami masing-masing. Dan saya yakin tiap orang niscaya akan merindukan ramadhannya semasa kecil.

Sumber https://nurmalitarh.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Eid Mubarak

kacamata bulat 2 lensa

kacamata hitam untuk wajah bulat berjilbab